Minggu, 04 Juni 2017

BUPATI SAMOSIR TERANCAM DIMAKZULKAN

Foto: Aktifitas Galian C.
Perkembangan politik di Kabupaten Samosir akhir-akhir ini memanas.
Hal ini dimulai dengan Rapat Dengar Pendapat DPRD, dimana FORJASI (Forum Jasa Konstruksi Indonesia) yang diwakili Efin Rumolo Naibaho, Hayun Gultom dan Gelmok Samosir, untuk mempertanyakan proses ijin serta kegiatan usaha tambang batu galian C oleh CV Pembangunan Nadajaya di Desa Silimalombu, Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir, yang telah menuai kontroversi dari berbagai pihak terutama dari perantau asal Samosir dan juga oleh masyarakat Samosir. Meskipun terletak di kawasan hutan lindung dan sekarang juga merupakan daerah parawisata strategis nasional, tetap saja tambang tersebut yang jelas merusak lingkungan tetap diijinkan beroperasi oleh Pemerintah Kabupaten dibawah kepemimpinan Bupati Samosir Rapidin Simbolon.

Kontroversi ini diperparah ketika pemilik usaha yang kontroversial ini, Jautir Simbolon, yang merupakan abang kandung Bupati Samosir Rapidin Simbolon, datang bersama segerombolan masa dan berupaya menyerbu DPRD Kabupaten Samosir dan menyekap Hayun Gultom. Tentunya intimidasi kepada pihak yang sedang melapor dan sekaligus juga kepada wakil rakyat melukai demokrasi yang sekarang terancam di Indonesia. Ditambah lagi dengan adanya acara perayaan pembukaan usaha tambang yang dihadiri Bupati Samosir dan segenap jajaran menambah penghinaan atas luka yang dialami oleh demokrasi di Kabupaten Samosir.

Puncak dari perkembangan politik ini adalah ketika Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Samosir Tahun Anggaran 2016 tidak diberikan rekomendasinya oleh 5 dari 7 fraksi di DPRD Kabupaten Samosir, yang dalam istilah politik serupa dengan mosi tidak percaya. Dengan total suara anggota frkasi-fraksi oposisi DPRD Kabupaten Samosir melewati 2/3 jumlah suara di DPRD , jelas fraksi PDI Perjuangan yang juga merupakan pengusung tunggal Bupati Samosir saat ini tidak dapat membendung penetapan penolakan LKPJ pada tanggal 9 Juni ini. Perlu dicatat dalam penerimaan penilaian LKPJ oleh DPRD, Bupati Samosir tidak hadir sama sekali, menyalahi UU Pemerintahan Daerah dan Tata Tertib DPRD Kabupaten Samosir, dan semakin merendahkan institusi perwakilan rakyat tersebut.

Namun yang paling mengkhawatirkan adalah adanya potensi besar akan adanya pemakzulan Bupati Samosir yang merupakan kader PDI Perjuangan di benteng suara partai tersebut di Sumatera Utara. Berdasarkan Pasal 78 ayat 1 huruf c dan ayat 2 huruf e UU 23 Tahun 2014, Kepala Daerah dapat diberhentikan jika melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j.

Adapun larangan yang dimaksud dalam pasal tersebut meliputi :
  1. keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
  2. Menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan Daerah yang dipimpin.
  3. Melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukan.
Tentunya dengan adanya indikasi kuat dan dorongan sentimen negatif DPRD kepada Bupati akibat berbagai peristiwa diatas telah, secara prosedur DPRD berhak mengusulkan pemberhentian Bupati berdasarkan pelanggaran larangan diatas. Setelah usulan tersbut masuk ke rapat paripurna dan kemungkinan besar akan lolos, DPRD berdasarkan mekanisme yang telah ditetapkan akan menyurati Menteri Dalam Negeri untuk menunggu pengabulan/penolakan usul tersebut, yang berdasarkan contoh kasus Bupati Garut umumnya dikabulkan. Seandainya pun Bupati naik banding ke Mahkamah Konstitusi, yurisprudensi MK menunjukkan permohonan banding biasanya kalah.

Tidak ada komentar:
Write komentar